Newest Post
Archive for January 2014
PUNAKAWAN
Dalam pewayangan tersebut ada beraneka
macam tokoh. Konon Sunan Kalijaga telah menciptakan wayang kulit
tersebut untuk sarana dakwah, agar manusia senantiasa Eling marang GUSTI
ALLAH.
banyak sekali karakter pewayangan.
Diantara tokoh-tokoh wayang kulit ada tokoh yang disebut Punakawan.
Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka
melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan
bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi
sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa
karakte rpunakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk. Dalam
wayang Bali karakter punakawan terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari
Pandawa) dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa)
Punakawan itu berasal dari kata-kata Puna
dan Kawan. Puna berarti susah; sedangkan kawan berarti kanca, teman
atau saudara. Jadi arti Punakawan itu juga bisa diterjemahkan
teman/saudara di kala susah.
Ada penafsiran lain dari kata-kata
Punakawan. Puna bisa juga disebut Pana yang berarti terang, sedangkan
kawan berarti teman atau saudara. Jadi penafsiran lain dari arti kata
Punakawan adalah teman atau saudara yang mengajak ke jalan yang terang.
Penafsiran lainnya, Puna atau Pana itu
berarti fana. Jadi Punakawan juga bisa ditafsirkan teman/saudara yang
mengajak ke jalan kefanaan. Jadi jika digabungkan maka arti dari tokoh
Semar, Nala Gareng, Petruk, Bagong itu memiliki arti “bergegaslah
memperoleh kebaikan, tinggalkanlah perkara buruk”
1. SEMAR
Kyai Lurah Semar Badranaya (Semar)
adalah nama tokoh punakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan
Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para
kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana.
Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua
wiracarita tersebut yang berbahasa Sanskerta, karena tokoh ini merupakan
asli ciptaan pujangga Jawa.
- Sejarah Semar Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.
- Asal Usul Kelahiran
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun
semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewaDalam naskah Serat Kanda
dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua
orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena
Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan
kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan
kepada putranya yang bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian
menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama
Semar.Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal
adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah
dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang
Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang
kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi
nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit
putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal
kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang
kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi
kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal
golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara
Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau
disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama
Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan
istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok
yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut
versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.Dalam naskah Purwakanda
dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara
Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan Batara Samba. Suatu hari
terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal
ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa
hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka.
Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk
rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi
Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba,
yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat
pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian
bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.
- Silsilah Keluarga Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
-
- Batara Wungkuham
- Batara Surya
- Batara Candra
- Batara Tamburu
- Batara Siwah
- Batara Kuwera
- Batara Yamadipati
- Batara Kamajaya
- Batara Mahyanti
- Batari Darmanastiti
- Filosofi Semar dengan jari telunjuk seolah menuding,melambangkan KARSA/keinginan yang kuat untuk menciptakan sesuatu. mata yang menyipit juga melambangkan ketelitian dan keseriusan dalam menciptakan.
Nama lengkap Gareng adalah Nala Gareng
berasal dari kata nala khairan (memperoleh kebaikan). Gareng adalah anak
Semar yang berarti pujaan atau didapatkan dengan memuja. Nalagareng
adalah seorang yang tak pandai bicara, apa yang dikatakannya kadang-
kadang serba salah. Tetapi ia sangat lucu dan menggelikan. Nala gareng
merupakan tokoh punakawan yang memiliki ketidaklengkapan bagian tubuh.
Nala gareng mengalami cacat kaki, cacat tangan, dan mata.Karakter yang
disimbolkan adalah cacat kaki menggambarkan manusia harus berhati-hati
dalam menjalani kehidupan. Tangan yang cacat menggambarkan manusia bisa
berusaha tetapi Tuhan yang menentukan hasil akhirnya. Mata yang cacat
menunjukkan manusia harus memahami realitas kehidupan
Dalam suatu carangan Gareng pernah
menjadi raja di Paranggumiwayang dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu
dia berhasil mengalahkan Prabu Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak
lain adalah penjelmaan dari saudaranya sendiri yaitu Petruk.
Dulunya, Gareng berujud satria tampan
bernama Bambang Sukodadi dari pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti
namun sombong, sehingga selalu menantang duel setiap satria yang
ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja menyelesaikan tapanya, ia
berjumpa dengan satria lain bernama Bambang Panyukilan. Karena suatu
kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil perkelahian itu,
tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua rusak.
Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka.
Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang berjalan
di atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia
(Ismaya) memberi nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi
itu.
Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya,
kedua satria itu minta mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang
Kadempel, titisan dewa (Batara Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara
Anta bersedia menerima mereka, asal kedua satria itu mau menemani dia
menjadi pamong para kesatria berbudi luhur (Pandawa), dan akhirnya
mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi anak tertua
(sulung) dari Semar.
Filosofi
Anak pertama Semar,dengan tangan yang
cacat,kaki yang pincang,mata yg juling,melambangkan CIPTA.bahwa
menciptakan sesuatu, dan tidak sempurna, kita tidak boleh
menyerah.bagaimanapun kita sudah berusaha.apapun hasilnya,pasrahkan
padaNya.
3. PETRUK
Petruk adalah tokoh punakawan dalam
pewayangan Jawa, di pihak keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak
disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi jelas bahwa kehadirannya dalam
dunia pewayangan merupakan gubahan asli Jawa. Di ranah Pasundan, Petruk
lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel
- Masa Lalu Menurut pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecruk Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling menghantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Smarasanta (Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara Ismaya. Mereka diberi petuah dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama.Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng
- Istri dan keturunan Petruk mempuyai istri bernama Dewi Ambarwati, putri Prabu Ambarsraya, raja Negara Pandansurat yang didapatnya melalui perang tanding. Para pelamarnya antara lain: Kalagumarang dan Prabu Kalawahana raja raksasa di Guwaseluman. Petruk harus menghadapi mereka dengan perang tanding dan akhirnya ia dapat mengalahkan mereka dan keluar sebagai pemenang. Dewi Ambarwati kemudian diboyong ke Girisarangan dan Resi Pariknan yang memangku perkawinannya. Dalam perkawinan ini mereka mempunyai anak lelaki dan diberi nama Lengkungkusuma
- Petruk dalam Lakon Pewayangan Oleh karena Petruk merupakan tokoh pelawak/dagelan (Jawa), kemudian oleh seorang dalang digubah suatu lakon khusus yang penuh dengan lelucon-lelucon dan kemudian diikuti dalang-dalang lainnya, sehingga terdapat banyak sekali lakon-lakon yang menceritakan kisah-kisah Petruk yang menggelikan, contohnya lakon Pétruk Ilang Pethèlé (“Petruk kehilangan kapaknya”).Dalam kisah Ambangan Candi Spataharga/Saptaraga, Dewi Mustakaweni, putri dari negara Imantaka, berhasil mencuri pusaka Jamus Kalimasada dengan jalan menyamar sebagai kerabat Pandawa (Gatutkaca), sehingga dengan mudah ia dapat membawa lari pusaka tersebut. Kalimasada kemudian menjadi rebutan antara kedua negara itu. Di dalam kekeruhan dan kekacauan yang timbul tersebut, Petruk mengambil kesempatan menyembunyikan Kalimasada, sehingga karena kekuatan dan pengaruhnya yang ampuh, Petruk dapat menjadi raja menduduki singgasana Kerajaan Lojitengara dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh. Lakon ini terkenal dengan judul Petruk Dadi Ratu (“Petruk Menjadi Raja”). Prabu Welgeduwelbeh/Petruk dengan kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu Pandupragola, raja negara Tracanggribig, yang tidak lain adalah kakaknya sendiri, yaitu Nala Gareng. Dan sebaliknya Bagong-lah yang menurunkan Prabu Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan Lojitengara dan terbongkar rahasianya menjadi Petruk kembali. Kalimasada kemudian dikembalikan kepada pemilik aslinya, Prabu Puntadewa
- Hubungan dengan Punakawan Lainnya Petruk dan panakawan yang lain (Semar, Gareng dan Bagong) selalu hidup di dalam suasana kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah satu sama lain. Mengenai Punakawan, punakawan berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring. Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam pedalangan, saksi atau punakawan itu memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu Semar dan Bagong bagi trah Witaradya.Sebelum Sanghyang Ismaya menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta (Semar), kecuali Semar dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukodadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya menjelma kepada Janggan Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya punakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nana ”parepat/prapat”.
- Filosofi Anak kedua Semar. Dari kegagalan menciptakan Gareng, lahirlah Petruk. dengan tangan dan kaki yg panjang, tubuh tinggi langsing, hidung mancung,wujud dari CIPTA, yang kemudian diberi RASA, sehingga terlihat lebih indah dengan begitu banyak kelebihan
4. BAGONG
Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu
tokoh punakawan dalam kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Tokoh ini dikisahkan sebagai anak bungsu Semar. Dalam
pewayangan Sunda juga terdapat tokoh panakawan yang identik dengan
Bagong, yaitu Cepot atau Astrajingga. Namun bedanya, menurut versi ini,
Cepot adalah anak tertua Semar. Dalam wayang banyumasan Bagong lebih
dikenal dengan sebutan Bawor
- Ciri-ciri Fisik Beberapa versi menyebutkan bahwa, sesungguhnya Bagong bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab “hasrat”, sedangkan Semar menjawab “bayangan”. Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.Versi lain menyebutkan, Semar adalah cucu Batara Ismaya. Semar mengabdi kepada seorang pertapa bernama Resi Manumanasa yang kelak menjadi leluhur para Pandawa. Ketika Manumanasa hendak mencapai moksha, Semar merasa kesepian dan meminta diberi teman. Manumanasa menjawab bahwa temannya yang paling setia adalah bayangannya sendiri. Seketika itu pula, bayangan Semar pun berubah menjadi manusia, dan diberi nama Bagong.
- Bagong pada Zaman Kolonial Gaya
bicara Bagong yang seenaknya sendiri sempat dipergunakan para dalang
untuk mengkritik penjajahan kolonial Hindia Belanda. Ketika Sultan Agung
meninggal tahun 1645, putranya yang bergelar Amangkurat I
menggantikannya sebagai pemimpin Kesultanan Mataram. Raja baru ini
sangat berbeda dengan ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang
serta menjalin kerja sama dengan pihak VOC-Belanda.Keluarga besar
Kesultanan Mataram saat itu pun terpecah belah. Ada yang mendukung
pemerintahan Amangkurat I yang pro-Belanda, ada pula yang menentangnya.
Dalam hal kesenian pun terjadi perpecahan. Seni wayang kulit terbagi
menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai Panjang Mas yang
anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang sebaliknya.Rupanya
pihak Belanda tidak menyukai tokoh Bagong yang sering dipergunakan para
dalang untuk mengkritik penjajahan VOC. Atas dasar ini, golongan Kyai
Panjang Mas pun menghilangkan tokoh Bagong, sedangkan Nyai Panjang Mas
tetap mempertahankannya.
Pada zaman selanjutnya, Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan dan
berganti nama menjadi Kasunanan Kartasura. Sejak tahun 1745 Kartasura
kemudian dipindahkan ke Surakarta. Selanjutnya terjadi perpecahan yang
berakhir dengan diakuinya Sultan Hamengkubuwono I yang bertakhta di
Yogyakarta.
Dalam hal pewayangan, pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.
Akhirnya, pada zaman kemerdekaan Bagong bukan lagi milik Yogyakarta saja. Para dalang aliran Surakarta pun kembali menampilkan empat orang punakawan dalam setiap pementasan mereka. Bahkan, peran Bagong cenderung lebih banyak daripada Gareng yang biasanya hanya muncul dalam gara-gara saja. - Bagong Versi Jawa Timur Dalam pewayangan gaya Jawa Timuran, yang berkembang di daerah Surabaya, Gresik, Mojokerto, Jombang, Malang dan sekitarnya, tokoh Semar hanya memiliki dua orang anak , yaitu Bagong dan Sarangaja. Bagong sendiri memiliki anak bernama Besut.Dalam versi ini adik Bagong memang jarang di pentaskan namun ada lakon tertentu dimana Sarangaja keluar seperti lakon Adeg’e Khayangan Suralaya dimana pada cerita ini menceritakan Asal usul Bagong dalam versi Jawa Timur.Tentu saja Bagong gaya Jawa Timuran memiliki peran yang sangat penting sebagai panakawan utama dalam setiap pementasan wayang. Ucapannya yang penuh humor khas timur membuatnya sebagai tokoh wayang yang paling ditunggu kemunculannya.Dalam versi ini, Bagong memiliki nama sebutan lain, yaitu Jamblahita
- Bagong Versi Wayang Golek Menak Dalam pementasan Wayang Golek Menak, Bagong versi ini memang bentuk wajahnya menyerupai Cepot. Mulai dari wajah, tangan dan busananya persis seperti Cepot, tetapi Bagong versi Wayang Golek Menak ini memiliki wajah berwarna hitam, berjubah hitam, memakai kaos belang merah putih, dan berhidung mbangir. Bagong yang seperti ini disebut Lupit atau nama lengkapnya Kyai Lurah Lupit dari Desa Karang Sembung. Dia memiliki seorang adik yang bernama Slenteng, Slenteng sendiri adalah perwujudan Gareng versi Wayang Golek Menak. Dalam pakeliran, Lupit adalah seorang punakawan yang hidup di zaman kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa, Misalnya sebagai abdi dalem Sultan Trenggono di zaman Kesultanan Demak.
- Filosofi
Wujud dari KARYA. dialah yg dianggap sebagai manusia yang sesungguhnya. walau petruk lengkap dengan keindahan dan kesempurnaan, tapi bagong lah yang dianggap sebagai manusia utuh. karena dia memiliki kekurangan. Jadi manusia yang sejati adalah manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. jadi jangan takut atau malu karena kekurangan kita. karena kekurangan itulah yang menjadikan kita manusia seutuhnya.yang perlu kita pikirkan sekarang adalah, bagaimana meminimalkan kekurangan kita, dan memaksimalkan kelebihan kita. karena bagaimanapun kekurangan dan kelebihan itu tidak bisa kita buang atau kita hilangkan.